Ini Cara Islam Atur Keuangan Keluarga Cara Mengatur Keuangan Keluarga

Ini Cara Islam Atur Keuangan Keluarga

Hai, bertemu kembali, pada kali ini akan membahas mengenai cara mengatur keuangan keluarga Ini Cara Islam Atur Keuangan Keluarga simak selengkapnya 

 Oleh: Erma Pawitasari, M.Ed 

Penulis ialah Pemerhati keluarga dan Master Pendidikan dari Boston University.

PERSOALAN keuangan rumah eskalator sering dianggap remeh sehingga jarang yang menganggap perlu untuk mempelajarinya. Kita mengikuti tata cara yang kita lihat dari orang tua, budaya, minus berusaha mencari ingat bagaimana Islam mengajarkan.

Perselisihan demi perselihan juga kerap terjadi, tetap saja kita abai untuk melihat bagaimana aturan Islam tentangnya. Kita bertanya kepada Ustadz tentang cara sholat, lamun bertanya kepada psikolog alias konsultan keuangan keduniaan tentang masalah rumah tangga. Walhasil, jawaban yang diberikan tidak berlandaskan Islam.

Beberapa kasus yang sering muncul dalam keuangan rumah eskalator antara lain:

1. Istri tidak rela suami menghidupi orang tua/adik-adiknya sedang suami ingin berbalas budi kepada orang tuanya alias menganggap bahwa suami harus minta persetujuan istri dalam keadaan ini sedang suami menganggap tidak perlu meminta persetujuan.

2. Istri menganggap uang bulanannya tidak cukup namun suami desak “cukup tidak cukup harus cukup” sehingga istri terpaksa beserta banting tulang menambah penghasilan keluarga.

3. Suami menganggap beserta berkuasa arah harta waris istri, begini pula istri menganggap beserta berkuasa arah harta waris suami.

4. Perebutan gono-gini ketika pendamping bercerai.

5. Saling melempar tanggung balas tentang bayaran anak.

Pembahasan ini bakal mencakup tentang kewajiban bayaran dan batas-batasnya agar dapat diketahui bagaimana Islam melepaskan aturan yang bermaslahat bagi seluruh umat, bukan hanya bagi istri, suami, alias suami-istri saja.

I. Hak-Hak Istri Terkait Keuangan:

a) Mahar

Allah SWT berfirman: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang anda nikahi) sebagai pemberian dengan asak kerelaan. Kemudian andaikan mengatur menyerahkan kepada anda sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, alkisah makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. [An-Nisa’ 4]

Ini Cara Islam Atur Keuangan Keluarga

Beberapa hukum terkait keadaan ini adalah:

1. Wajib bagi laki untuk melepaskan maskawin kepada mempelai wanita. Mahar melahirkan hak wanita, bukan hak orang tuanya.

2. Tidak ada batasan besarnya mahar, walaupun disunnahkan untuk memudahkan. Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Nikah yang paling besar barakahnya itu ialah yang murah maharnya.” (HR Ahmad 6/145)

3. Suami tidak boleh meminta istri memakai maharnya untuk keperluan keluarga alias untuk keperluan dia, eksepsi istri ikhlas ingin menyedekahkannya untuk suami.

4. Mahar boleh dibayar kas alias dicicil. Misal: seorang wanita meminta maskawin sebuah rumah yang bakal dicicil oleh suaminya.

b) Nafkah

Allah SWT berfirman: Kaum laki itu ialah pemimpin bagi bangsa wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mengatur (laki-laki) arah sebahagian yang asing (wanita), dan karena mengatur (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. [An-Nisa’ 34]

Sayyid Sabiq menjelaskan makna nafkah: mencukupi segala kebutuhan istri yang mencakup makanan, tempat tinggal, pelayanan dan penawar (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 2, Jakarta: al-I’tishom, 2011, hlm. 340). Besarnya disesuaikan daya suami alias kesepakatan di antara keduanya (hlm. 346-352). Apabila tidak cukup karena suami pelit alkisah diperbolehkan mengambil secukupnya, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW: “Ambillah sebanyak yang dapat mencukupimu dan anak-anakmu secara baik.” [HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i – Sayyid Sabiq hlm. 347]

Tempatkanlah mengatur (para isteri) di mana anda bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah anda menyusahkan mengatur untuk menyempitkan (hati) mereka. [QS. At-Talaq 6]

Hendaklah orang yang mampu bersedekah bayaran menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya harusnya bersedekah bayaran dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak bakal melepaskan kelapangan sesudah kesempitan. [QS. At-Talaq 7]

Kebutuhan istri dan kebutuhan keluarga melahirkan tanggung balas suami sepenuhnya. Para ulama sepakat, tidak boleh membayar zakat kepada istri karena istri melahirkan tanggungannya. – hlm. 581

Apabila istri bekerja, alkisah hasil pekerjaannya melahirkan hak istri. Istri boleh membelanjakannya untuk keluarga sebagai sedekah, namun tidak boleh dipaksa. Suami yang mengijinkan istrinya bekerja harus fasih konsekuensi keadaan ini, yakni tidak arkian mengambil gaji istri untuk dia alias kebutuhan rumah tangga. Ini berlaku untuk semua harta yang dimiliki istri, baik dari gaji, waris, ataupun hadiah.

II. Hak-Hak Suami Terkait Keuangan:

Allah SWT berfirman: Kaum laki itu ialah pemimpin bagi bangsa wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mengatur (laki-laki) arah sebahagian yang asing (wanita), dan karena mengatur (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. [An-Nisa’ 34]

Ayat di arah menunjukkan bahwa suamilah yang ditunjuk Allah SWT sebagai pemimpin rumah tangga. Artinya, suami berkuasa mengelola keuangannya minus harus mempertanggungjawabkannya kepada istri. Suami berkewajiban menafkahkan sebagian harta mereka, bukan semuanya.

Di sisi lain, justru istrilah yang wajib meminta ijin untuk memakai harta suami yang tidak/belum diberikan kepadanya. Istri boleh bersedekah dengan harta suaminya andaikan ingat pasti suaminya rela. Jika tidak, hukumnya haram. – Sayyid Sabiq – hlm. 616

Seorang laki tidak hanya memiliki kewajiban untuk menghidupi istrinya, namun juga anak-anaknya dan orang-orang yang saling mewarisi dengan dirinya, apabila keadaan mengatur tidak mampu. [Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 1, hlm. 625]

Ulama fiqih sepakat, zakat tidak boleh diberikan kepada ayah, kakek, ibu, nenek, anak dan cucu. Alasannya, pembayar zakat wajib bersedekah bayaran kepada mengatur – hlm. 580.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: “Kamu dan hartamu ialah miliki ayahmu.” [hlm. 623]

Ini Cara Islam Atur Keuangan Keluarga

Dengan demikian, ialah haram hukumnya istri melarang suami menghidupi orang tua alias adik-adiknya, sebab itu melahirkan kewajiban suami.

III. Keuangan Pasangan Yang Bercerai:

Dengan pengaturan keuangan seperti dijelaskan di atas, alkisah ketika terjadi perceraian, suami dan istri tidak bakal terlibat perebutan harta. Sudah jelas mana harta suami dan mana harta istri. Mereka berpisah dengan melanting harta masing-masing. Namun, ada beberapa kondisi tambahan yang harus diperhatikan, yang bakal mempengaruhi keuangan kedua belah pihak, yaitu:

a) Apabila terjadi khulu’

Khulu’ ialah parak yang terjadi arah permintaan istri minus ada kesalahan dari pihak suami. Istri wajib menebus dia dengan mengembalikan maskawin alias sesuai permintaan suami selama tidak melebihi mahar. [Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 2, hlm. 480-485]

b) Nafkah selama masa ‘iddah

Dan andaikan mengatur (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, alkisah berikanlah kepada mengatur nafkahnya batas mengatur bersalin. [QS. At-Talaq 6]

Para ulama sepakat bahwa wanita yang menjalani masa iddah, nafkahnya masih menjadi tanggungan suami, eksepsi ‘iddah karena khulu’.

Hai Nabi, apabila anda menceraikan isteri-isterimu… Janganlah anda keluarkan mengatur dari rumah mengatur dan janganlah mengatur (para wanita) ke luar (dari rumah suaminya) eksepsi mengatur mengerjakan aksi keji yang terang. [QS. At-Talaq 1]

c) Apabila bekas istri menyusui

Masa ‘iddah istri yang sedang hamil ialah batas melahirkan. Lalu, apa yang terjadi setelah anak lahir? Siapa yang menyusuinya?

“Para ibu harusnya menyusukan anak-anaknya selama 2 tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban aba bersedekah makan dan pakaian kepada getah perca ibu dengan cara makruf.” [QS. Al-Baqarah 233]

Ayat di arah ini terkait situasi ayah-ibu yang sudah bercerai, bukan untuk suami-istri. Sayyid Quthb dalam tafsirnya (lihat jerambah 301-302, Gema Insani, 2000) bersedekah kepala karangan bahasan ini “Masalah Penyusuan Anak Setelah Terjadinya Talak.” Beliau menjelaskan bahwa sebagai timbal balik kepada ibu yang melaksanakan kewajiban menyusui, alkisah si aba (walaupun bukan lagi suaminya) berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan si ibu secara patut dan baik. Tujuannya, agar si ibu bisa melantan anaknya dengan sebaik-baiknya.

Kemudian andaikan mengatur menyusukan (anak-anak) mu untukmu alkisah berikanlah kepada mengatur upahnya, dan musyawarahkanlah di antara anda (segala sesuatu) dengan baik; dan andaikan anda menemui kesulitan alkisah perempuan asing boleh menyusukan (anak itu) untuknya. [QS. At-Talaq 6]

Apabila tidak ditemukan kesepakatan mengenai besaran upah alias suami baru dari si ibu tidak mengijinkannya meneteki anak dari mantan suaminya, alkisah si aba dapat mencari wanita asing untuk meneteki anaknya.

Demikian beberapa goresan penting terkait manajemen keuangan rumah tangga. Semoga bermanfaat.

Catatan:

At Talaq 6: Tempatkanlah mengatur (para isteri) di mana anda bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah anda menyusahkan mengatur untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan andaikan mengatur (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, alkisah berikanlah kepada mengatur nafkahnya batas mengatur bersalin, akan datang andaikan mengatur menyusukan (anak-anak) mu untukmu alkisah berikanlah kepada mengatur upahnya, dan musyawarahkanlah di antara anda (segala sesuatu) dengan baik; dan andaikan anda menemui kesulitan alkisah perempuan asing boleh menyusukan (anak itu) untuknya. [] 

begitulah penjelasan perihal Ini Cara Islam Atur Keuangan Keluarga semoga tulisan ini berfaedah terima kasih

tulisan ini diposting pada label cara mengatur keuangan keluarga, cara mengatur keuangan keluarga menurut islam, cara mengatur keuangan keluarga agar tidak boros, , tanggal 14-07-2021, di kutip dari https://www.islampos.com/ini-cara-islam-atur-keuangan-keluarga-3256/